Hubungan Pemasaran dan
Perilaku Konsumen
Pengertian
Pemasaran menurut Stanton adalah suatu sistem keseluruhan dari
kegiatan-kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga,
mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan,
baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial.
Pengertian
tersebut dapat memberikan gambaran bahwa pemasaran sebagai suatu sistem dari
kegiatan-kegiatan yang saling berhubungan, ditujukan untuk merencanakan,
menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang/jasa kepada
pembeli secara individual maupun kelompok pembeli. Kegiatan-kegiatan tersebut
beroperasi dalam suatu lingkungan yang dibatasi sumber-sumber dari perusahaan
itu sendiri, peraturan-peraturan, maupun konsekuensi sosial perusahaan.
Pengertian pemasaran menurut Kotler,
pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok
mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan
dan mempertukarkan produk dengan pihak lain. Dalam hal ini pemasaran merupakan
proses pertemuan antara individu dan kelompok dimana masing-masing pihak ingin
mendapatkan apa yang mereka butuhkan/inginkan melalui tahap menciptakan,
menawarkan, dan pertukaran.
Definisi pemasaran tersebut berdasarkan
pada prinsip inti yang meliputi: kebutuhan (needs), produk (goods, services and
idea), permintaan (demands), nilai, biaya, kepuasan, pertukaran, transaksi,
hubungan, dan jaringan, pasar, pemasar, serta prospek.
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi cara
dan keberhasilan perusahaan terhadap pemasarannya, yaitu:
1.
Lingkungan
Eksternal Sistem Pemasaran. Lingkungan ini tidak dapat dikendalikan perusahaan,
misalnya kebebasan masyarakat dalam menerima atau menolak produk perusahaan,
politik dan peraturan pemerintah, keadaan perekonomian, kependudukan serta
munculnya pesaing.
2.
Variabel
Internal Sistem Pemasaran. Variabel ini dapat dikendalikan oleh perusahaan,
terdiri atas dua kelompok, yaitu sumber bukan pemasaran (kemampuan produksi,
keuangan, dan personal) dan komponen-komponen bauran pemasaran yang meliputi:
produk, harga, promosi, dan distribusi.
Perilaku Konsumen adalah kegiatan-kegiatan individu yang
secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan menggunakan barang dan jasa
termasuk di dalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan
kegiatan-kegiatan tersebut (Swastha dkk., 1997).
Perilaku
konsumen mempelajari di mana, dalam kondisi macam apa, dan bagaimana kebiasaan
seseorang membeli produk tertentu dengan merk tertentu. Kesemuanya ini sangat
membantu manajer pemasaran di dalam menyusun kebijaksanaan pemasaran
perusahaan. Proses pengambilan keputusan pembelian suatu barang atau jasa akan
melibatkan berbagai pihak, sesuai dengan peran masing-masing. Peran yang
dilakukan tersebut adalah:
1.
Initiator,
adalah individu yang mempunyai inisiatif pembelian barang tertentu.
2.
Influencer,
adalah individu yang berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Informasi
mengenai kriteria yang diberikan akan dipertimbangkan baik secara sengaja atau
tidak.
3.
Decider,
adalah yang memutuskan apakah akan membeli atau tidak, apa yang akan dibeli,
bagaimana membelinya.
4.
Buyer,
adalah individu yang melakukan transaksi pembelian sesungguhnya.
5.
User,
yaitu individu yang mempergunakan produk atau jasa yang dibeli. Banyak faktor
yang mempengaruhi seseorang melakukan pembelian terhadap suatu produk.
Manajemen perlu mempelajari faktor-faktor tersebut agar
program pemasarannya dapat lebih berhasil. Faktor-faktor tersebut diantaranya
adalah faktor ekonomi, psikologis, sosiologis dan antropologis.
Alasan mengapa seseorang membeli produk
tertentu atau alasan mengapa membeli pada penjual tertentu akan merupakan
faktor yang sangat penting bagi perusahaan dalam menentukan desain produk,
harga, saluran distribusi, dan program promosi yang efektif, serta beberapa
aspek lain dari program pemasaran perusahaan[1][7].
G.
Keputusan
Pembelian
Keputusan
seorang pembeli juga dipengaruhi oleh ciri-ciri kepribadiannya, termasuk usia,
pekerjaan, keadaan ekonomi. Perilaku konsumen akan menentukan proses
pengambilan keputusan dalam melakukan pembelian.
Menurut
Kotler ada beberapa tahap dalam mengambil suatu keputusan untuk melakukan
pembelian, anatara lain:
1.
Pengenalan
Masalah
Merupakan
faktor terpenting dalam melakukan proses pembelian, dimana pembeli akan
mengenali suatu masalah atau kebutuhan.
2.
Pencarian
informasi.
Seorang
selalu mempunyai minat atau dorongan untuk mencari informasi. Apabila dorongan
tersebut kuat dan obyek yang dapat memuaskan kebutuhan itu tersedia maka
konsumen akan bersedia untuk membelinya.
3.
Evaluasi
Alternatif
Konsumen
akan mempunyai pilihan yang tepat dan membuat pilihan alternatif secara teliti
terhadap produk yang akan dibelinya.
4.
Keputusan
Pembeli
Setelah
konsumen mempunyai evaluasi alternatif maka konsumen akan membuat keputusan untuk
membeli. Penilaian keputusan menyebabkan konsumen membentuk pilihan merek di
antara beberapa merek yang tersedia.
5.
Perilaku
Pascapembelian
Setelah
membeli produk, konsumen akan mengalami level kepuasan atau ketidakpuasan.
Tugas pemasar tidak berakhir saat produk dibeli, melainkan berlanjut hingga
periode pasca pembelian. Pemasar harus memantau kepuasan pasca pembelian,
tindakan pasca pembelian, dan pemakaian produk pasca pembelian.
Tahap-tahap
pada proses kegiatan dalam suatu pembelian digambarkan oleh kotler (2008:235)
seperti berikut:

Gambar
proses tesebut didasarkan pada anggapan bahwa konsumen akan melakukan
keseluruhan lima tahap untuk setiap pembelian yan mereka lakukan pada situasi
tertentu saja.
Dalam tahap evaluasi, konsumen
membentuk preferensi atas merek-merek dalam kumpulan pilihan. Konsumen juga
mungkin membentuk niat untuk membeli produk yang paling disukai. Ada dua faktor
yang berada di antara niat pembelian dan keputusan pembelian.
Faktor pertama adalah sikap orang
lain. Sejauh mana sikap orang lain mengurangi alternatif yang disukai oleh
seseorang akan bergantung pada dua hal:
1.
Intensitas sikap negatif orang lain terhadap
alternatif yang disukai konsumen.
2.
motivasi konsumen untuk menuruti orang lain. Faktor
kedua adalah faktor situasi yang tidak terantisipasi yang dapat muncul dan
mengubah niat pembeliannya[2][8].
H.
Tipe
Proses Pembelian Konsumen
Setiap
konsumen melakukan berbagai macam keputusan tentang pencarian, pembelian,
penggunaan beragam produk, dan merk pada setiap periode tertentu. Berbagai
macam aktivitas kehidupan seringkali harus dilakukan oleh setiap konsumen pada
setiap hari. Konsumen melakukan keputusan setiap hari atau setiap periode tanpa
menyadari bahwa mereka telah mengambil keputusan.
Pengambilan
keputusan konsumen berbeda-beda tergantung pada jenis keputusan pembelian.
Assael (2001:25) membedakan empat jenis perilaku pembelian konsumen berdasarkan
tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat perbedaan merek-merek.
1.
Proses
Complex Decision Making
Terjadi
bila keterlibatan kepentingan tinggi pada pengambilan keputusan yang terjadi.
Contoh pengambilan untuk membeli sistem fotografi elektronik seperti Mavica
atau keputusan untuk membeli mobil. Dalam kasus seperti ini, konsumen secara
aktif mencari informasi untuk mengevaluasi dan mempertimbangkan pilihan
beberapa merek dengan menetapkan kriteria tertentu seperti kemudahan dibawa dan
resolusi untuk sistem kamera elektronik, dan untuk mobil adalah hemat, daya
tahan tinggi, dan peralatan. Subjek pengambilan keputusan yang komplek adalah
sangat penting. Konsep perilaku kunci seperti persepsi, sikap, dan pencarian
informasi yang relevan untuk pengembangan stratergi pemasaran.
Perilaku
pembelian yang rumit terdiri dari proses tiga langkah. Pertama, pembeli
mengembangkan keyakinan tentang produk tersebut. Kedua, pembeli membangun sikap
tentang produk tersebut. Ketiga, pembeli membuat pilihan pembelian yang cermat.
Konsumen terlibat dalam perilaku pembelian yang rumit bila mereka sangat
terlibat dalam pembelian dan sadar akan adanya perbedaan-perbedaan besar di
antara merek. Perilaku pembelian yang rumit itu sering terjadi bila produknya
mahal, jarang dibeli, berisiko dan sangat mengekspresikan diri.
2.
Proses
Brand Loyalty
Kadang-kadang
konsumen sangat terlibat dalam sebuah pembelian namun melihat sedikit perbedaan
di antara berbagai merek. Keterlibatan yang tinggi didasari oleh fakta bahwa
pembelian tersebut mahal, jarang dilakukan dan berisiko. Dalam kasus ini,
pembeli akan berkeliling untuk mempelajari apa yang tersedia namun akan membeli
dengan cukup cepat, barangkali pembeli sangat peka terhadap harga atau terhadap
kenyamanan berbelanja.
Ketika
pilihan berulang, konsumen belajar dari pengalaman masa lalu dan membeli merek
yang memberikan kepuasan dengan sedikit atau tidak ada proses pertimbangan
dalam pengambilan keputusan. Contoh pembelian sepatu karet basket merek Nike
atau sereal Kelloggs Nutrific. Dalam setiap kasus disini pembelian adalah
penting untuk konsumen, sepatu basket karena keterlibatan kepentingan dalam
olah raga, makanan sereal untuk orang dewasa karena kebutuhan nutrisi.
Loyalitas merek muncul dari kepuasan pembelian yang lalu. Sehingga, pencarian
informasi dan evaluasi merek terbatas atau tidak penting keberadaannya dalam
konsumen memutuskan membeli merek yang sama.
3.
Proses
Limited Decision Making
Banyak
produk dibeli dengan kondisi rendahnya keterlibatan konsumen dan tidak adanya
perbedaan merek yang signifikan. Mereka pergi ke toko dan mengambil merek
tertentu. Jika mereka tetap mengambil merek yang sama, hal itu karena
kebiasaan, bukan karena kesetiaan terhadap merek yang kuat. Terdapat bukti yang
cukup bahwa konsumen memiliki keterlibatan yang rendah dalam pembelian sebagian
besar produk yang murah dan sering dibeli.
Konsumen
kadang-kadang mengambil keputusan walaupun mereka tidak memiliki keterlibatan
kepentingan yang tinggi, mereka hanya memiliki sedikit pengalaman masa lalu
dari produk tersebut. Konsumen membeli barang mencoba-coba untuk membandingkan
terhadap makanan snack yang biasanya dikonsumsi. Pencarian informasi dan
evaluasi terhadap pilihan merek lebih terbatas dibanding pada proses pengambilan
keputusan yang komplek. Pengambilan keputusan terbatas juga terjadi ketika
konsumen mencari variasi. Kepitusan itu tidak direncanakan, biasanya dilakukan
seketika berada dalam toko. Keterlibatan kepentingan yang rendah, konsumen
cenderung akan berganti merek apabila sudah bosan mencari variasi lain sebagai
perilaku pencari variasi akan melakukan apabila resikonya minimal.
4.
Proses
Inertia
Beberapa
situasi pembelian ditandai oleh keterlibatan konsumen yang rendah namun
perbedaan merek yang signifikan. Dalam situasi itu, konsumen sering melakukan
peralihan merek.
Tingkat
kepentingan dengan barang adalah rendah dan tidak ada pengambilan keputusan.
Inertia berarti konsumen membeli merek yang sama bukan karena loyal kepada
merek tersebut, tetapi karena tidak ada waktu yang cukup dan ada hambatan untuk
mencari alternatif, proses pencarian informasi pasif terhadap evaluasi dan
pemilihan merek. Robertson berpendapat bahwa dibawah kondisi keterlibatan
kepentingan yang rendah “ kesetiaan merek hanya menggambarkan convenience yang
melekat dalam perilaku yang berulang daripada perjanjian untuk membeli merek
tersebut” contoh pembelian sayur dan kertas tisu[3][9].
Bermanfaat:) myblog
BalasHapusKok tidak ada daftar pustaka nya
BalasHapus